NIM: 1711143067
KLS: HES IV C
Dalam kehidupan yang
terus mengalami perubahan dinamis, manusia dipaksa untuk melakukan segala usaha
demi memenuhi kebutuhan mereka. Salah satunya dalam bidang ekonomi adalah
dengan melakukan kegiatan usaha, baik usaha dalam bidang perdagangan barang,
jasa maupun kegiatan-kegiatan usaha lainnya. Banyaknya kegiatan dan jenis usaha
yang dilakukan, mengharuskan para pelaku usaha untuk melakukan sesuatu hal agar
usahanya dapat terus berjalan demi memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini
mengakibatkan persaingan antar pelaku usaha dalam mempertahankan usahanya
sangatlah keras, tidak menutup kemungkinan persaingan yang tidak sehatpun
dilakukan. Sehingga tujuan dari kegiatan usaha yang semula adalah untuk memenuhi
kebutuhan pokok berubah, di mana para pelaku usaha bersaing untuk menjadi raja
dalam dunia ekonomi.
Dalam Konteks
Indonesia, hal diatas sangat diperhatikan oleh para anggota Dewan Perwakilan
Rakyat. Dengan mempertimbangkan pembangunan dalam bidang ekonomi yang harus
mengarah pada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 dan demokrasi dalam bidang ekonomi yang menghendaki adanya kesempatan yang
sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi demi
mendorong pertumbuhan ekonomi dibentuklah suatu Undang-Undang yang mengatur
mengenai persaingan yang sehat diantara pelaku usaha. Yakni dengan
ditetapkannya Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat.
Seperti yang dijelaskan
dalam Pasal 3, tujuan pembentukan Undang-undang ini antara lain:
-
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
-
Mewujudkan ikli usaha yang kondusif.
-
Mencegah praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat.
-
Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Penjelasan
diatas, dapatlah disimpulkan bahwa undang-undang ini sebenarnya disahkan untuk
mebatasi hak bagi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Akan tetapi
pembatasan hak disini dilakukan agar terjadi suatu persaingan yang sehat,
karena dengan banyaknya pelaku usaha maka persainganpun sangatlah keras.
Sehingga diperlukan suatu aturan yang dapat memberikan ruang bagi parapelaku
usaha itu sendiri.
Pada intinya, ada 3
larangan yang diatur dalam undang-undang ini, yaitu:
1.
Perjanjian yang dilarang
2.
Kegiatan yang dialarang, dan
3.
Posisi dominan.
Perjanjian Yang
Dilarang
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat”.
Berdasarkan
penjelasan pasal 4 tersebut dapatlah dipahami bahwa perjanjian yang dilarang
merupakan segala perjanjian yang mengakibatkan terbatasinya hak bagi para
pelaku yang terikat didalamnya dalam memasarkan produk usahanya, sehingga
perjanjian tersebut mengakibatkan berkurangnya pendapatan dan tidak
terjangkaunya produk tersebut bagi para konsumen. Contoh simpelnya ada 3 produk
deterjen yang melakukan suatu perjanjian, dimana dalam perjanjian tersebut
dijelaskan adanya pembagian wilayah pemasaran produk. Sehingga produk deterjen
tersebut hanya terpusat pada wilayah-wilayah yang sudah ditentukan. Tentunya
hal ini menyebabkab konsumen tidak bisa memilih produk mana yang mereka
inginkan, sehingga dengan keterpaksaan mereka membeli produk tersebut. Dilain
sisi apabila produk tersebut tidak laku di wilayah yang ditentukan maka pihak
produsen akan rugi.
Selain pembagian
wilayah (dijelaskan dalam Pasal 9) ada hal-hal lain yang dilarang diperjanjikan
antar pelaku usaha yaitu: Oligopoli, Penetapan Harga, Pemboikotan, Kartel,
Trust, Oligopsoni, Integrasi Vertikal, Perjanjian tertutup dan perjanjian Pihak
luar negeri.
CONTOH PERJANJIAN YANG DILARANG
1.Oligopoli
Oligopoli adalah suatu perjanjian yang dilarang yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk bersama-sama
melakukan penguasaan produksi atau pemasaran yang dapat menyebabkan praktek
monopoli atau persaingan usaha.
Hal ini tidak diperbolehkan berdasarkan Pasal 4
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Di era sekarang ini, banyak masyarakat yang
menggunakan telefon selular, dan pasti akan membutuhkan suatu provider yang
bisa digunakan untuk berkomunikasi. Masyarakat pasti akan kebingungan dengan
provider mana yang akan dipilih karena masing-masing provider mengklaim bahwa
mereka telah memberikan yang terbaik kepada pelanggannya. Misalnya saja PT.
Telkomsel, PT. Indosat, dan PT. Exelcomindo Pratama, mereka mempunyai cara dan
iming-iming tersendiri dalam memasarkan produknya.
Kreatifitas para operator dalam merumuskan skema tarif
percakapan mampu membuat pelanggannya penasaran dan terpancing emosinya.
Misalnya operator XL menawarkan tarif Rp 0,1 per detik ke sesama operator,
sementara Telkomsel Simpati PeDe menawarkan Rp 0,5 per detik, Indosat Mentari
menawarkan Rp 0 pada menit pertama ke sesama operator, dan IM3 menawarkan tarif
Rp 0,01 per detik ke seluruh operator untuk percakapan 90 detik pertama dan
selebihnya menggunakan tarif Rp15 per detik ke sesama operator dan Rp 25 per
detik ke operator lain. Belum lagi operator-operator lain kini juga mulai sibuk
menawarkan tarifnya masing-masing.
(amarilispot.blogspot.com/2014/06/contoh-kasus-perjanjian-yang-di-larang.html?=m1)
2. Penetapan Harga
Penetapan harga adalah pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lainnya untuk menetapkan harga atas suatu barang
atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen.
Perjanjian ini dilarang berdasarkan Pasal 5
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Penetapan tarif kargo oleh pelaku usaha angkutan laut
khusus barang (kargo) untuk trayek Jakarta-Pontianaak-Jakarta, yang melibatkan
empat perusahaan, yakni PT Perusahaan Pelayaran Nusantara Panurjwan, PT
Pelayaran Tempuran Emas Tbk., PT Tanto Intim Line, dan PT Perusahaan Pelayaran
Wahana Barunakhatulistiwa. Perkara bermula dari adanya perang tarif pada trayek
Jakarta-Pontianak hingga mencapai Rp.800.000,- per Teus, dimana tingkat harga
tersebut secara ekonomi tidak lagi dapat menutupi kegiatan operasionalnya. Guna
mengatasi hal ini, INSA berinisiatif mengadakan pertemuan dengan empat
perusahaan pelayaran yang beroperasi pada trayek tersebut. Tujuan pertemuan di
antara mereka adalah untuk melakukan penyesuaian tarif secara transparan dalam
hal biaya produksi, struktur bisnis, dan lain-lain, untuk kemudian dituangkan
dalam bentuk kesepakatan tarif yang mengikat para pihak. Tarif uang tambang
petikemas dari Jakarta ke Pontianak yang disepakati bersama adalah sebesar
Rp.1.600.000,- per Teus. Dalam perjanjian tersebut juga diatur ketentuan
mengenai sanksi apabila melanggar kesepakatan, salah satunya adalah tidak
diberikannya pelayanan operasional di pelabuhan. Kesepakatan ini dibuat untuk
jangka waktu tiga bulan, dan dapat diadakan evaluasi serta dapat diperpanjang
kembali. Berkaitan dengan adanya kesepakatan tersebut, maka dalam Putusan
Perkara Inisiatif Nomor 02/KPPU-I/2003, KPPU menyatakan pembatalan perjanjian
tersebut. Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk Kesepakatan Bersama Tarif
Uang Tambang Peti Kemas Jakarta-Pontianak-Jakarta ditandatangani oleh empat
perusahaan pelayaran, INSA, dan Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut sebagai
pihak regulator/fasilitator, dianggap bertentangan dengan Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
3. Pembagian Wilayah
Pembagian wilayah maksutnya adalah suatu perjanjian
yang dilarang yang dilakukan pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk
membagi wilayah pemasaran sehingga dapat menyebabkan terjadinya praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Perjanjian ini dilarang berdasarkan Pasal 9
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Misalnya adalah perusahaan A hanya diperbolehkan
memproduksi dan memasarkan barangnya di daerah X, dan perusahaan B hanya
diperbolehkan memproduksi dan memasarkan barangnya di daerah Y.
4. Pemboikotan
Pemboikotan adalah perjanjian antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha lainnya untuk:
a. Menghalangi masuknya pelaku usaha baru
b. Membatasi ruang gerak pelaku usaha lain untuk menjual atau membeli suatu
produk
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Asosiasi produsen rokok bersepakat dengan asosiasi petani tembakau agar
petani tembakau menjual tembakau mereka kepada produsen rokok hanya pada anggota
asosiasi tersebut.
5. Kartel
Kartel adalah perjanjian yang dilarang antara pelaku
usaha dengan pelaku usaha lainnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga
dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Contoh Kasus:
Kasus persengkokolan antara tujuh pelaku usaha; tiga
pelaku usaha yang bertindak sebagai pemasok garam utama di Sumatera Utara yang
disebut dengan G-3 yang meliputi PT Garam, PT Budiono, dan PT Garindo serta
empat pelaku usaha yang tergabung dalam G-4 yaitu PT Graha Reksa, PT Sumatera
Palm, UD Jangkar Waja dan UD Sumber Sanudera yang bertindak sebagai distribusi
garam di Sumatera Utara. Dalam prakter perdaganganantara pemasok dan
distributor terdapat perjanjian diam-diam yang bertujuan untuk menguasai pasar
garam di Sumatera Utara. Perjanjian diam-diam ketujuh pelaku usaha
direalisasikan dalam pengaturan jumlah produksi dan pemasaran garam di Sumatera
serta adanya pergerakan harga jual yang selalu sama dalam jangka waktu dua
tahun berturut-turut. Dampak persengkokolan mereka mengakibatkan sulitnya
pelaku usaha lain yang bergerak pada bidang yang sama kesulitan untuk
memperoleh garam serta mendapatkan dengan harga yang lebih tinggi. Akibat dari
perbuatan mereka ini sangat mendistorsi pasar dan merugikan pelaku pasar
lainnya serta masyarakat pada umumnya. Berdasarkan proses pemeriksaan oleh
Pihak KPPU, ketiga pelaku usaha yang terlibat sebagai pemasok diputus bersalah
melakukan praktek kartel dan memerintahkan mereka untuk memberikan ketentuan
dan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha selain G-4 untuk memasarkan garam
di Sumatera Utara serta melarang kelompok G-4 melakukan tindakan yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk memperoleh pasokan garam dari kelompok G-3.
6. Trust
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau
perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan
kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang
bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa.
Perjanjian ini dilarang berdasarkan Pasal 12
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Dua pelaku usaha yang bersaingan (A dan B) menyatakan
penggabungan perusahaan mereka, tapi sebenarnya A dan B dikelola sebagai dua
perusahaan tersendiri.
7. Oligopsoni
Oligopsoni adalah dimana dua atau lebih pelaku usaha
menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau
jasa dalam suatu pasar komoditas.
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Contoh Kasus:
Perusahaan mie A, B, dan C bersama-sama berjanji untuk
menyerap 75% pasokan terigu nasional.
8. Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang
termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana
setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik
dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Contoh Kasus:
Satu perusahaan di hulu mnegakuisisi perusahaan di
hilirnya. Akuisisi ini menyebabkan terjadi posisi dominan, yang kemudian
disalahgunakan untuk memenangkan persaingan secara tidak sehat.
9. Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau
jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa
tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Contoh Kasus:
Perjanjian antara produsen terigu A dan produsen mie
B, bahwa jenis terigu yang dijual kepada B tidak boleh dijual kepada pelaku
usaha lain.
10. Perjanjian dengan Pihak
Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak
luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 16 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Contoh Kasus:
Kasus perjanjian antara Astro All Asia Network dan PT
Direct Vision dengan ESPN Star Sport dalam hak-hak siar eksklusif Barcalys
Premiere League. Astro All Neteork dan EPN Star Sport telah membuat
perjnajian untuk penunjukan langsungkepada PT Firect Vision yang mendapatkan
satu-satunya hak siar atas Barcalys Premiere LeagueI di Indonesia. Atas
penunjukan langsung kepada satu-satunya pelaku usaha maka akan mengganggu atau
menghambat operator televisi di Indonesia lainnya untuk bersaing.
KEGIATAN-KEGIATAN YANG DILARANG
1. Monopoli
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau pesaingan usaha tidak sehat.
Kegiatan ini dilarang berdasarkan Pasal 17
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
PT PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik
sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT PLN sudah seharusnya dapat
memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara
merata. Usaha PT PLN termasuk ke dalam jenis monopoli karena PLN merupakan
penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang
dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka
kehendaki. Berikut kasus monopoli yang dilakukan oleh PLN:
a. Fungsi PLN sebagai pembangkit listrik, distribusi, dan transmisi listrik
mulai pecah. Swasta diizinkan berpatisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga
listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PLN. Saat ini
telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Tetapi dalam menentukan
harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PLN sendiri.
2. Monopsoni
Suatu keadaan dimana suatu kelompok usaha menguasai
pemasokan pasar untuk menjadi pembeli tunggal yang menyebabkan terjadinya
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan apabila pembeli tunggal
tersebut menguasai lebih dari 50% pangsa pasar suatu jenis produk atau jasa.
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Contoh Kasus:
Contok kasus yang terjadi beberapa tahun lalu yang
terjadi pada beberapa pasar. Diantaranya pada pasar cengkeh, dimana BPPC yang
pernah bertindak sebagai pembeli tunggal atas seluruh produk cengkeh yang
dihasilkan seluruh petani di tanah air. Selain itu ia juga bertindak sebagai
penjual tunggal produk itu kepada para pengusaha rokok yang bertindak sebagai
pembeli. Tindakan BPPC seperti ini jelas menimbulkan praktik monopsoni.
3. Penguasaan Pasar
Kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat, yaitu:
a. Menolak, menghalangi, atau menolak dan menghalangi pelaku usaha tertentu
untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya
c. Membatasi peredaran, penjualan atau peredaran dan penjualan barang, jasa
atau barang dan jasa pada pasar bersangkutan.
d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Kegiatan ini dilarang berdasarkan Pasal 19, dan Pasal 21 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Contoh Kasus:
Penguasaan pasar di tangan Astro mengubah kebiasaan masyarakat banya,
karena kini hanya mereka yang sanggup membayar Rp. 200.000,- per bulan dengan
berlangganan Astro yang dapat menyaksikan sebuah liga sepak bola yang sering
disebut sebagai paling kompetitif dan atraktif di dunia tersebut. Mayoritas
penggemar lainnya akan hanya bisa mendengarkan cuplikan beritanya, karena tarif
berlangganan yang terlalu tinggi untuk kondisi ekonomi yang memang sangat
terbatas.
4. Persekongkolan
Kegiatan (konspirasi) dalam rangka memenangkan suatu
persaingan usaha secara tidak sehat, dalam bentuk:
a. Persekongkolan untuk memenangkan tender
b. Persekongkolan mencuri rahasia perusahaan saingan
c. Persekongkolan merusak kualitas atau citra produk siangan
Hal ini dilarang berdasarkann Pasal 22, 23, dan 24 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Pelaku usaha bersekongkol dengan pimpinan proyek agar dimenangkan dalam
tender. Atau pelaku usaha yang satu dibayar oleh pelaku usaha yang lain untuk
sengaja mengalah dalam tender.
demikian artikel saya apabila ada kurangnya saya mohon ma'af.............