Jumat, 03 Juni 2016

PERJANJIAN DAN KEGIATAN YANG DILARANG UU NO 5 TH 1999

NAMA: PITAHONO
NIM: 1711143067
KLS: HES IV C




Dalam kehidupan yang terus mengalami perubahan dinamis, manusia dipaksa untuk melakukan segala usaha demi memenuhi kebutuhan mereka. Salah satunya dalam bidang ekonomi adalah dengan melakukan kegiatan usaha, baik usaha dalam bidang perdagangan barang, jasa maupun kegiatan-kegiatan usaha lainnya. Banyaknya kegiatan dan jenis usaha yang dilakukan, mengharuskan para pelaku usaha untuk melakukan sesuatu hal agar usahanya dapat terus berjalan demi memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini mengakibatkan persaingan antar pelaku usaha dalam mempertahankan usahanya sangatlah keras, tidak menutup kemungkinan persaingan yang tidak sehatpun dilakukan. Sehingga tujuan dari kegiatan usaha yang semula adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok berubah, di mana para pelaku usaha bersaing untuk menjadi raja dalam dunia ekonomi.
Dalam Konteks Indonesia, hal diatas sangat diperhatikan oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan mempertimbangkan pembangunan dalam bidang ekonomi yang harus mengarah pada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan demokrasi dalam bidang ekonomi yang menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi demi mendorong pertumbuhan ekonomi dibentuklah suatu Undang-Undang yang mengatur mengenai persaingan yang sehat diantara pelaku usaha. Yakni dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat.
Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 3, tujuan pembentukan Undang-undang ini antara lain:
-          Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
-          Mewujudkan ikli usaha yang kondusif.
-          Mencegah praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat.
-          Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

 Penjelasan diatas, dapatlah disimpulkan bahwa undang-undang ini sebenarnya disahkan untuk mebatasi hak bagi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Akan tetapi pembatasan hak disini dilakukan agar terjadi suatu persaingan yang sehat, karena dengan banyaknya pelaku usaha maka persainganpun sangatlah keras. Sehingga diperlukan suatu aturan yang dapat memberikan ruang bagi parapelaku usaha itu sendiri.
Pada intinya, ada 3 larangan yang diatur dalam undang-undang ini, yaitu:
1.      Perjanjian yang dilarang
2.      Kegiatan yang dialarang, dan
3.      Posisi dominan.

Perjanjian Yang Dilarang
            “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.
Berdasarkan penjelasan pasal 4 tersebut dapatlah dipahami bahwa perjanjian yang dilarang merupakan segala perjanjian yang mengakibatkan terbatasinya hak bagi para pelaku yang terikat didalamnya dalam memasarkan produk usahanya, sehingga perjanjian tersebut mengakibatkan berkurangnya pendapatan dan tidak terjangkaunya produk tersebut bagi para konsumen. Contoh simpelnya ada 3 produk deterjen yang melakukan suatu perjanjian, dimana dalam perjanjian tersebut dijelaskan adanya pembagian wilayah pemasaran produk. Sehingga produk deterjen tersebut hanya terpusat pada wilayah-wilayah yang sudah ditentukan. Tentunya hal ini menyebabkab konsumen tidak bisa memilih produk mana yang mereka inginkan, sehingga dengan keterpaksaan mereka membeli produk tersebut. Dilain sisi apabila produk tersebut tidak laku di wilayah yang ditentukan maka pihak produsen akan rugi.
Selain pembagian wilayah (dijelaskan dalam Pasal 9) ada hal-hal lain yang dilarang diperjanjikan antar pelaku usaha yaitu: Oligopoli, Penetapan Harga, Pemboikotan, Kartel, Trust, Oligopsoni, Integrasi Vertikal, Perjanjian tertutup dan perjanjian Pihak luar negeri.

CONTOH PERJANJIAN YANG DILARANG
1.Oligopoli
Oligopoli adalah suatu perjanjian yang dilarang yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk bersama-sama melakukan penguasaan produksi atau pemasaran yang dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha.
Hal ini tidak diperbolehkan berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Di era sekarang ini, banyak masyarakat yang menggunakan telefon selular, dan pasti akan membutuhkan suatu provider yang bisa digunakan untuk berkomunikasi. Masyarakat pasti akan kebingungan dengan provider mana yang akan dipilih karena masing-masing provider mengklaim bahwa mereka telah memberikan yang terbaik kepada pelanggannya. Misalnya saja PT. Telkomsel, PT. Indosat, dan PT. Exelcomindo Pratama, mereka mempunyai cara dan iming-iming tersendiri dalam memasarkan produknya.
Kreatifitas para operator dalam merumuskan skema tarif percakapan mampu membuat pelanggannya penasaran dan terpancing emosinya. Misalnya operator XL menawarkan tarif Rp 0,1 per detik ke sesama operator, sementara Telkomsel Simpati PeDe menawarkan Rp 0,5 per detik, Indosat Mentari menawarkan Rp 0 pada menit pertama ke sesama operator, dan IM3 menawarkan tarif Rp 0,01 per detik ke seluruh operator untuk percakapan 90 detik pertama dan selebihnya menggunakan tarif Rp15 per detik ke sesama operator dan Rp 25 per detik ke operator lain. Belum lagi operator-operator lain kini juga mulai sibuk menawarkan tarifnya masing-masing.
(amarilispot.blogspot.com/2014/06/contoh-kasus-perjanjian-yang-di-larang.html?=m1)

2.      Penetapan Harga
Penetapan harga adalah pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya untuk menetapkan harga atas suatu barang atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen.
Perjanjian ini dilarang berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Penetapan tarif kargo oleh pelaku usaha angkutan laut khusus barang (kargo) untuk trayek Jakarta-Pontianaak-Jakarta, yang melibatkan empat perusahaan, yakni PT Perusahaan Pelayaran Nusantara Panurjwan, PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk., PT Tanto Intim Line, dan PT Perusahaan Pelayaran Wahana Barunakhatulistiwa. Perkara bermula dari adanya perang tarif pada trayek Jakarta-Pontianak hingga mencapai Rp.800.000,- per Teus, dimana tingkat harga tersebut secara ekonomi tidak lagi dapat menutupi kegiatan operasionalnya. Guna mengatasi hal ini, INSA berinisiatif mengadakan pertemuan dengan empat perusahaan pelayaran yang beroperasi pada trayek tersebut. Tujuan pertemuan di antara mereka adalah untuk melakukan penyesuaian tarif secara transparan dalam hal biaya produksi, struktur bisnis, dan lain-lain, untuk kemudian dituangkan dalam bentuk kesepakatan tarif yang mengikat para pihak. Tarif uang tambang petikemas dari Jakarta ke Pontianak yang disepakati bersama adalah sebesar Rp.1.600.000,- per Teus. Dalam perjanjian tersebut juga diatur ketentuan mengenai sanksi apabila melanggar kesepakatan, salah satunya adalah tidak diberikannya pelayanan operasional di pelabuhan. Kesepakatan ini dibuat untuk jangka waktu tiga bulan, dan dapat diadakan evaluasi serta dapat diperpanjang kembali. Berkaitan dengan adanya kesepakatan tersebut, maka dalam Putusan Perkara Inisiatif Nomor 02/KPPU-I/2003, KPPU menyatakan pembatalan perjanjian tersebut. Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk Kesepakatan Bersama Tarif Uang Tambang Peti Kemas Jakarta-Pontianak-Jakarta ditandatangani oleh empat perusahaan pelayaran, INSA, dan Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut sebagai pihak regulator/fasilitator, dianggap bertentangan dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

3.      Pembagian Wilayah
Pembagian wilayah maksutnya adalah suatu perjanjian yang dilarang yang dilakukan pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk membagi wilayah pemasaran sehingga dapat menyebabkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Perjanjian ini dilarang berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Misalnya adalah perusahaan A hanya diperbolehkan memproduksi dan memasarkan barangnya di daerah X, dan perusahaan B hanya diperbolehkan memproduksi dan memasarkan barangnya  di daerah Y.

4.      Pemboikotan
Pemboikotan adalah perjanjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk:
a.       Menghalangi masuknya pelaku usaha baru
b.      Membatasi ruang gerak pelaku usaha lain untuk menjual atau membeli suatu produk
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Asosiasi produsen rokok bersepakat dengan asosiasi petani tembakau agar petani tembakau menjual tembakau mereka kepada produsen rokok hanya pada anggota asosiasi tersebut.

5.      Kartel
Kartel adalah perjanjian yang dilarang antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Kasus persengkokolan antara tujuh pelaku usaha; tiga pelaku usaha yang bertindak sebagai pemasok garam utama di Sumatera Utara yang disebut dengan G-3 yang meliputi PT Garam, PT Budiono, dan PT Garindo serta empat pelaku usaha yang tergabung dalam G-4 yaitu PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja dan UD Sumber Sanudera yang bertindak sebagai distribusi garam di Sumatera Utara. Dalam prakter perdaganganantara pemasok dan distributor terdapat perjanjian diam-diam yang bertujuan untuk menguasai pasar garam di Sumatera Utara. Perjanjian diam-diam ketujuh pelaku usaha direalisasikan dalam pengaturan jumlah produksi dan pemasaran garam di Sumatera serta adanya pergerakan harga jual yang selalu sama dalam jangka waktu dua tahun berturut-turut. Dampak persengkokolan mereka mengakibatkan sulitnya pelaku usaha lain yang bergerak pada bidang yang sama kesulitan untuk memperoleh garam serta mendapatkan dengan harga yang lebih tinggi. Akibat dari perbuatan mereka ini sangat mendistorsi pasar dan merugikan pelaku pasar lainnya serta masyarakat pada umumnya. Berdasarkan proses pemeriksaan oleh Pihak KPPU, ketiga pelaku usaha yang terlibat sebagai pemasok diputus bersalah melakukan praktek kartel dan memerintahkan mereka untuk memberikan ketentuan dan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha selain G-4 untuk memasarkan garam di Sumatera Utara serta melarang kelompok G-4 melakukan tindakan yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk memperoleh pasokan garam dari kelompok G-3. 
 6.      Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
Perjanjian ini dilarang berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Dua pelaku usaha yang bersaingan (A dan B) menyatakan penggabungan perusahaan mereka, tapi sebenarnya A dan B dikelola sebagai dua perusahaan tersendiri.

 7.      Oligopsoni
Oligopsoni adalah dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Perusahaan mie A, B, dan C bersama-sama berjanji untuk menyerap 75% pasokan terigu nasional.

  8.      Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Satu perusahaan di hulu mnegakuisisi perusahaan di hilirnya. Akuisisi ini menyebabkan terjadi posisi dominan, yang kemudian disalahgunakan untuk memenangkan persaingan secara tidak sehat.

 9.      Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Perjanjian antara produsen terigu A dan produsen mie B, bahwa jenis terigu yang dijual kepada B tidak boleh dijual kepada pelaku usaha lain.

   10.  Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Kasus perjanjian antara Astro All Asia Network dan PT Direct Vision dengan ESPN Star Sport dalam hak-hak siar eksklusif Barcalys Premiere League. Astro All Neteork dan EPN Star Sport telah membuat perjnajian untuk penunjukan langsungkepada PT Firect Vision yang mendapatkan satu-satunya hak siar atas Barcalys Premiere LeagueI di Indonesia. Atas penunjukan langsung kepada satu-satunya pelaku usaha maka akan mengganggu atau menghambat operator televisi di Indonesia lainnya untuk bersaing.

KEGIATAN-KEGIATAN YANG DILARANG
1.      Monopoli
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau pesaingan usaha tidak sehat.
Kegiatan ini dilarang berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
PT PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata. Usaha PT PLN termasuk ke dalam jenis monopoli karena PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki. Berikut kasus monopoli yang dilakukan oleh PLN:
a.       Fungsi PLN sebagai pembangkit listrik, distribusi, dan transmisi listrik mulai pecah. Swasta diizinkan berpatisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PLN sendiri.

2.      Monopsoni
Suatu keadaan dimana suatu kelompok usaha menguasai pemasokan pasar untuk menjadi pembeli tunggal yang menyebabkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan apabila pembeli tunggal tersebut menguasai lebih dari 50% pangsa pasar suatu jenis produk atau jasa.
Hal ini dilarang berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Contok kasus yang terjadi beberapa tahun lalu yang terjadi pada beberapa pasar. Diantaranya pada pasar cengkeh, dimana BPPC yang pernah bertindak sebagai pembeli tunggal atas seluruh produk cengkeh yang dihasilkan seluruh petani di tanah air. Selain itu ia juga bertindak sebagai penjual tunggal produk itu kepada para pengusaha rokok yang bertindak sebagai pembeli. Tindakan BPPC seperti ini jelas menimbulkan praktik monopsoni.

3.      Penguasaan Pasar
Kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, yaitu:
a.       Menolak, menghalangi, atau menolak dan menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
b.      Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya
c.       Membatasi peredaran, penjualan atau peredaran dan penjualan barang, jasa atau barang dan jasa pada pasar bersangkutan.
d.      Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Kegiatan ini dilarang berdasarkan Pasal 19, dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Penguasaan pasar di tangan Astro mengubah kebiasaan masyarakat banya, karena kini hanya mereka yang sanggup membayar Rp. 200.000,- per bulan dengan berlangganan Astro yang dapat menyaksikan sebuah liga sepak bola yang sering disebut sebagai paling kompetitif dan atraktif di dunia tersebut. Mayoritas penggemar lainnya akan hanya bisa mendengarkan cuplikan beritanya, karena tarif berlangganan yang terlalu tinggi untuk kondisi ekonomi yang memang sangat terbatas.

4.      Persekongkolan
Kegiatan (konspirasi) dalam rangka memenangkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat, dalam bentuk:
a.       Persekongkolan untuk memenangkan tender
b.      Persekongkolan mencuri rahasia perusahaan saingan
c.       Persekongkolan merusak kualitas atau citra produk siangan
Hal ini dilarang berdasarkann Pasal 22, 23, dan 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus:
Pelaku usaha bersekongkol dengan pimpinan proyek agar dimenangkan dalam tender. Atau pelaku usaha yang satu dibayar oleh pelaku usaha yang lain untuk sengaja mengalah dalam tender.

 demikian artikel saya apabila ada kurangnya saya mohon ma'af.............

Jumat, 27 Mei 2016

PRODUK-PRODUK PERBANKAN



NAMA: PITAHONO
NIM: 1711143067
KLS: HES IV C

Dalam kesempatan kali saya sebagai penulis akan memaparkan pengertian ,macam – macam, dan contoh dari jasa pembayaran yang ada di Bank Umum, yang dimana jasa pembayaran tersebut digunakan untuk mengirim dan mengambil sejumlah uang yang ada di bank, berikut jasa pembayaran tersebut :
Jasa Pembayaran Yang Ada Di Bank Umum :
Transfer adalah suatu kegiatan jasa bank untuk memindahkan sejumlah dana tertentu sesuai dengan perintah si pemberi amanat yang ditujukan untuk keuntungan seseorang yang ditunjuk sebagai penerima transfer.
Kliring adalah suatun kegiatan jasa bank untuk memindahkansejumlah uang dari satu bank ke bank yang lain yang tidak sama.
Safe Deposit Box adalah layanan penyediaan kotak laci atau loker yang aman dari pencurian dan kebakaran untuk menyimpan benda-benda berharga milik nasabah. Yang bisa disimpan adalah surat-surat berharga (saham), ijasah, emas batangan, arloji, batu akik, perhiasan, dan lain-lain. Dan nasabah memberikan uang sewa kepada bank atas jasa penyimpanan tersebut.
Bank Garansi adalah jaminan bank yang diberikan kepada nasabah dalam rangka membiayai suatu usaha.
Jasa Inkaso  adalah suatu layanan bank untuk penagihan pembayaran atas surat atau dokumen berharga kepada pihak ketiga di tempat atau kota lain di dalam negeri. Surat atau dokumen berharga yang dapat diproses adalah wesel, cek, bilyet giro, dan lain-lain yang dipersamakan bisa diinkasokan.
Cek adalah perintah tertulis nasabah kepada bank untuk menarik dananya sejumlah tertentu atas namanya atau atas unjuk
Bilyet giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabahtersebut, untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya atau nomor rekening pada bank yang sama atau bank yang lain.
Dan ini beberapa contoh slip dari jasa-jasa bank tersebut.:






1.      TRANSFER


2.      BILYET GIRO


3.      CEK